Betapa Mahalnya Hidayah: Renungan dari Pertemuan Lama

August 15, 2025⏱️ 3 min read

Refleksi pribadi dari pertemuan dengan seorang teman lama — tentang perubahan, kehilangan istiqamah, dan betapa berharganya hidayah Islam serta sunnah.

Betapa Mahalnya Hidayah: Renungan dari Pertemuan Lama

Beberapa waktu lalu, saya dipertemukan kembali dengan seorang teman lama. Sudah bertahun-tahun kami tidak berjumpa, mungkin tiga atau empat tahun lamanya. Dahulu, ia dan istrinya dikenal sebagai pasangan yang taat beribadah. Sang istri berpakaian dengan hijab yang sangat tertutup, menjaga kehormatan dirinya. Teman saya pun berusaha menjalankan sunnah, baik dari penampilan maupun amalan sehari-hari.

Namun, saat pertemuan itu, saya terkejut. Penampilan mereka sudah jauh berbeda dari yang saya kenal. Teman saya tidak lagi menjaga sunnah sebagaimana dulu, dan istrinya pun kini tampil tanpa hijab, dengan pakaian yang jauh dari kesan syar’i. Mereka berdua tampak benar-benar meninggalkan kebiasaan sunnah yang dulu mereka jaga.

Kami sama-sama kaget bertemu kembali dalam kondisi seperti itu. Hanya ada tegur sapa singkat, lalu keheningan yang tidak mudah dijelaskan. Setelah itu, mereka melanjutkan jalan pagi mereka, sementara saya terus larut dalam renungan.

Sepanjang jalan, pikiran saya tak henti berputar. Saya merenung betapa mahalnya hidayah Islam dan sunnah. Hidayah bukanlah sesuatu yang bisa diwariskan, dibeli, atau dijaga dengan kekuatan kita sendiri. Ia adalah anugerah Allah yang sangat berharga, yang hanya diberikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki.


Allah ﷻ berfirman:

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka merekalah orang-orang yang merugi.”
(QS. Al-A‘raf: 178)

Dari kejadian itu, saya mengambil pelajaran:

  • Seburuk apapun kondisi kita saat ini, selama kita masih Allah beri nikmat Islam, itu adalah karunia yang tak ternilai.
  • Seterpuruk apapun kita dalam perjalanan hidup, bila Allah masih menjaga kita dalam sunnah, itu adalah nikmat yang sangat agung, yang harus selalu kita syukuri.
  • Tidak ada jaminan bagi siapapun. Seseorang bisa istiqamah bertahun-tahun, namun bisa saja goyah di kemudian hari. Sebaliknya, seseorang yang jauh bisa Allah beri hidayah untuk kembali.

Nabi ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya hati anak Adam berada di antara dua jari dari jari-jari Allah Yang Maha Pengasih, Dia membolak-balikkan hati itu sesuai kehendak-Nya.”
(HR. Muslim, no. 2654)

Maka, betapa pentingnya doa agar hati kita tetap istiqamah. Nabi ﷺ sendiri yang sudah dijamin surga pun sering berdoa:

“Yā Muqallibal Qulūb, tsabbit qalbī ‘alā dīnik.”
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu.”
(HR. Tirmidzi, no. 2140)


Saya tidak menyalahkan teman saya ataupun istrinya. Hanya saja, hati saya sedih dan berharap semoga Allah mengembalikan mereka kepada kebaikan dan sunnah yang dulu mereka jaga.

Renungan ini menjadi pengingat bagi diri saya sendiri: jangan pernah merasa aman dari hilangnya hidayah, dan jangan pernah lelah untuk berdoa agar Allah menetapkan hati kita di atas agama-Nya.

Hidayah itu mahal. Dan bila hari ini kita masih bisa merasakan nikmat Islam dan sunnah, bersyukurlah. Karena itu adalah tanda cinta Allah yang tidak semua orang mendapatkannya.