Kajian Berbayar: Perspektif Penuntut Ilmu

Pandangan bijak tentang pro-kontra kajian berbayar. Bukan soal halal-haram semata, tapi adab, ijtihad, dan sikap dewasa dalam perbedaan pendapat.

Bijak Menyikapi Kajian Berbayar

Pandangan Seorang Penuntut Ilmu

Kalau saya pribadi, saya tidak masalah dengan kajian berbayar jika memang disusun khusus untuk membahas ilmu tertentu, dan peserta dikelompokkan berdasarkan kompetensi ilmu, bukan kemampuan bayar. Dalam format seperti ini, saya sangat setuju.

Tapi kalau acara dibuat berbayar demi kepentingan komersial semata, dan nilai dakwah hanya dijadikan alat, maka saya tidak bisa sepakat. Biasanya ustadz-ustadznya tenang-tenang saja, tapi panitianya yang kadang terlalu sibuk urusan “cuan”.

Sekarang pertanyaannya: Apa bedanya kajian tematik di masjid dengan kajian tematik berbayar di hotel atau ballroom? Ini yang jadi sorotan banyak ulama.

Ada yang berkata:

“Konser maksiat saja orang mau bayar, kenapa kajian dipermasalahkan?”

Kalimat ini terdengar benar, tapi sebenarnya keliru. Karena dakwah dan ilmu agama itu ada manhaj-nya sendiri, ada tuntunan Nabi ﷺ, yang tidak bisa digantikan dengan logika sosial atau perasaan semata.

Menurut saya, persoalan ini bukan semata soal hukum halal atau haram—karena para ustadz tentu lebih berilmu dari kita—tapi lebih kepada bagaimana kita sebagai penuntut ilmu menyikapi perbedaan ijtihadiyah seperti ini.

Jangan sampai perbedaan ini menjadi bahan adu domba antar ustadz, apalagi memecah ukhuwah. Kita harus bedakan antara:

• Perbedaan ijtihad yang ditoleransi • dan perbedaan yang jelas bertentangan dengan dalil syar’i

Dan yang paling penting: Apakah ada pelanggaran syariat dalam pelaksanaannya atau tidak? Itulah barometer utamanya.

Maka:

  • Bagi yang kontra, jangan sampai berlebihan, apalagi mencela atau menuduh.

  • Bagi yang pro, jangan baper ketika ada pandangan yang berbeda.

Yang saya lihat, yang sering gaduh di media sosial biasanya dua tipe:

• Yang baru mulai ngaji dan masih bingung, lalu dilampiaskan ke publik • Atau yang sudah lama belajar tapi ilmu belum masuk ke hati, jadi mudah menyulut perpecahan

Kalau saya pribadi, cukup menyampaikan bahwa saya tidak sependapat dengan ustadz yang mengadakan kajian berbayar semacam itu—tanpa merendahkan dan tetap menghormati mereka sebagai ahlul ilmi.

Kecuali jika jelas ada pelanggaran syariat, barulah kita wajib menyuarakan kritik dengan adab.

InsyaaAllah, semakin kita menuntut ilmu dengan adab dan akhlak, semakin bijak pula kita dalam menyikapi perbedaan, bahkan jika itu terjadi di antara guru-guru kita sendiri.

Menyikapi dengan tawadhu’ dan adab, tanpa merendahkan siapa pun—itulah mental penuntut ilmu sejati..